KISAH NYATA KTW HONGKONG
karya : CAWORR97
EMAIL : caworr97@gmail.com
DULU sebelum jadi Buruh Migran Indonesia di Hong Kong (BMI HK),
sedikit banyak aku sudah mendengar tentang kehidupan dunia lesbian. Saat
masih di PT, banyak yang diterminit dari HK serta membawa wabah ini dan
ditularkan pada kawan yang masih di PT.
Ada yang mengaku hanya
ikut-ikutan. Ada juga yang mengaku sudah “cek genetik” dan memiliki
kelainan, yaitu lesbian. Karena mayoritas waktuku di tempat PKL (baca di
tulisanku, “Antara Pahlawan Devisa dan Pemerasan Senantiasa”), kabar
itu hanya seperti air di daun alas dalam benakku. Lagi pula aku lebih
konsen pada tujuanku meraih harta demi masa depan dan orang tua. Tidak
peduli dengan masalah yang tidak berguna itu. Tapi kini, terasa sekali.
Aku prihatin, karena mereka juga sama sepertiku, pastinya punya
keluarga, punya cita-cita. Karena iman yang tidak kuat, justru menjadi
salah arah.
Mentari sudah tak terik lagi, aku ayunkan kaki
seiring sirine lampu penyeberangan jalan dekat Masjid TST Kowloon,
sekadar “cuci mata” membunuh waktu. Hari ini tidak bisa ikut ngaji di
lantai dua, aku sedang “berhalangan”. Sekitar jam empat sore, selesai
liput pengajian di masjid, aku kelilingi toko baju sambil menunggu
kawanku yang masih di tempat kursus.
Tausiyah dari Ustadz Natta
hari itu sangat menarik, tentang penyakit iman, di antaranya syirik
kepada Allah Swt dan ragu-ragu akan kuasa-Nya. Sebetulnya, ini dasar
solusi terbaik, jika saja semua manusia dikehendaki-Nya untuk beriman.
Setiap orang pasti mendapat ujian, yang membedakan hanya sikap orang itu
saat mengatasinya. Bukan dengan nafsu yang akan mengantarkan kesesatan,
tapi kesabaran yang pastinya pahit, namun itu yang akan membuat Tuhan
tetap menjaga kita dalam iman. Jika iman sudah tidak menjadi landasan
hidup, maka baik dan buruk sudah tidak penting lagi bagi orang tersebut.
Mungkin itu syirik di zaman modern, bukan menyembah berhala seperti di
zaman Nabi Ibrahim, tapi menduakan Allah dengan nafsu duniawi dan tidak
percaya lagi dengan kuasa-Nya.
Sekian lama ku di rantau orang
Ingin ku cepat pulang
Ke kampung halaman
Tanam tebu ku tanam
Tanam di tanah Deli
Rinduku siang dan malam
Padamu kekasih
Sirih banyak daunnya
hidup numpang di batang
kekasihku yang tercinta
Kini milik orang
Lirik lagu dangdut itu pas dengan nasib yang pernah aku alami, dan juga
BMI lainnya mungkin. Saat kita yakin dia yang baik itu jodoh kita, saat
kita bekerja keras siang malam, menahan beban lahir batin demi suami
atau anak, namun ketika pulang, mereka justru mengecewakan.
Sudah
pasti ratusan puisi tidak akan bisa menggambarkan ilustrasi hancurnya
hati, ribuan musim tidak mampu mengubur rasa benci. Bahkan, sempat
terpikir untuk jadi relawan di Afganistan saja, ikut perang! Peduli apa
dengan nasihat orang? Apa mereka tahu bagaimana sakitnya itu? Itulah
dampak bila mencintai sesuatu melebihi Tuhan yang menciptakan kita.
Dulu, setiap hari aku terbebani rasa benci. Bahkan pada keluarga dia
seluruhnya. Berat sekali benci itu aku bawa dalam keseharianku. Mungkin
benar kata ustadz, kebencian ibarat tomat busuk, saat kita bawa ke
mana-mana hanya akan membebani. Lebih baik dibuang saja! Pahit dan manis
kehidupan hanya proses, menguji keimanan.
Orang yang punya iman,
pasti menjadikan kuasa Tuhan sebagai bantuan. Do’a sebagai
perantaranya. Jangan letih untuk meminta ampunan, karena bisa saja
cobaan itu karena kita lalai pada-Nya. Orang yang tidak suka berdo’a itu
akan memiliki sifat yang sombong. Kesombongan itu akan mengantarkan
manusia pada kehancuran. Ingat kisah ustadz yang lumayan lucu tapi penuh
renungan…
Alkisah, ada ustadz yang bangga dengan gelarnya
sebagai ustadz. Setiap kali bertemu orang atau berkomunikasi, selalu
angkat tangan dan bahu, sambil berkata ”siapa dulu… ustadz… !”. Ternyata
kesombongannya bersikap itu menjadi malapetaka baginya.
Berjalanlah dia diteriknya matahari. Ustadz itu singgah di dekat pohon
kelapa. Karena merasa sangat haus, dia memutuskan naik pohon dengan niat
mengambil buah kelapa dan meminumnya. Ketika berada di ketinggian, ada
seseorang yang lewat sambil menyapa, ”Kok..bisa naik pohon kelapa
ustadz?” Dengan bangga ustadz itu menjawab lengkap dengan gaya khasnya,
angkat tangan dan bahu tanpa sadar dia sedang memanjat pohon. Bisa
ditebak apa yang terjadi? Ya, dia jatuh ke dalam tebing nan dalam. Orang
tadi langsung meminta bantuan untuk menolong sang ustadz.
Mereka
mengulurkan tali sebagai media, namun tangan dan kaki ustadz itu patah,
hanya ada satu jalan yaitu dengan menggigit tali terebut. Usaha
penarikan pun mulai dilakukan, saat sudah hampir sampai, mereka
bertanya, ”Ustadz baik-baik saja?” Dengan sombongnya ustadz itu
menjawab, ”Siapa dulu.. ustaaaaaaaaaaadz…..” Suaranya menjauh dan
kemudian hening, tahu kenapa? Dia tidak sadar sedang menggigit tali saat
menunjukan kehebatanya, nasib ustadz itu aku tidak bisa lanjutkan,
silakan Anda pikir sendiri, hehehe…
Intinya, dalam bentuk apa
pun, kesombongan itu akan merugikan , jangan letih untuk berdo’a, jangan
ragu atas kekuasaan Tuhan dan tetap rendah hati, bukan rendah diri.
KAKIKU mulai merasa capek, tapi kawanku malah bilang masih harus
menyelesaikan tugas hingga malam. Di satu toko, aku lihat rok warna biru
muda, cantik sekali. Sayang, aku tidak bisa membelinya sehubung aku
harus irit untuk pelunasan sawah yang aku beli untuk orangtuaku.
Ini negosiasiku dengan Tuhan. Setelah aku minta dimudahkan rezeki dan
jodoh, lalu timbul pertanyaan di hatiku jika semua dikabulkan siapa yang
akan membantu mereka, orang tuaku yang sudah semakin tua? Pasti aku
punya tanggung jawab lebih berat bukan hanya sebagai anak, tapi istri
juga ibu kelak.
Aku kembalikan kegundahan itu pada Tuhan,
akhirnya jawaban itu datang di siang hari, ibuku mengatakan ada yang
menjual sawah Rp50 juta, dan bisa dibayar uang mukanya saja, hingga aku
pulang nanti baru pelunasan dan ganti nama. Karena aku yakin Tuhan
mengabulkan do’aku untuk tetap bisa membatu orangtua meskipun sudah
menikah, ini pasti jalannya, aku setuju.
Urusan lunas, itu pasti
Tuhan ikut memudahkan. Jika niat kita baik, sama seperti waktu ibu
berangkat ke tanah suci dulu. Aneh dan ajaib, kata orang. Tapi apa sih
yang tidak mungkin bagi Tuhan? Ya, aku sombongkan Tuhanku yang segala
Maha dalam menghadapi masalah hidupku. InsyaAllah.
Senja turun
merubah biru langit menjadi kuning kemerahan, ” saatnya pulang” aku
berujar, sambil menuju bus stop 87D tujuan Ma On Shan-Sha Tin. Bus
double deck itu belum penuh, aku memilih duduk di bawah saja, sebelah
kiri jendela. Hingga bisa jelas menatap sisi Masjid TST yang masih penuh
oleh jamaah BMI yang akan menunaikan ibadah sholat maghrib.
Bus berjalan lambat, kemudian cepat lurus, seperti harapan yang aku inginkan.
“Mbak dari mana? Boleh duduk bareng ?” ujar kawan BMI yang mengaku bernama Tasya, asal Yogyakarta.
“Oh saya dari pengajian tadi, sok atuh duduk aja” jawabku dengan muka
“super ramah”. Mungkin akibat perasaan senang karena bisa beli sawah,
meskipun belum lunas, hehehe…
Kami ngobrol soal cara membuat Tom
Yam, sup ciri khas Thailand. Aku menyimak serius , Tasya rupanya hobi
masak hingga semua bumbu bisa dia hafal di luar kepala. Telingaku tetap
menyimak, wajahku manggut-manggut, tapi mataku tercuri oleh kumpulan
polisi di depan Kowloon Police Station, yang letaknya tidak jauh dari
masjid. Aneh, ada apa?
“Tadi itu Mba Nit, ada empat anak Indo ditangkap polisi” ujar Tasya, menanggapi keherananku.
Karena seharian aku hanya di masjid, tidak tahu jika ada kejadian itu.
Justru kebalikan dari tausiyah yang tadi aku dengarkan. Ya, inilah
hidup, selalu ada hitam dan putih. Tasya menceritakan, BMI yang
ditangkap itu pasangan lesbi. Dua tomboy dengan tusukan anting besar
berwarna putih, hitam, dan perak memenuhi telinga, alis dan lidahnya.
Dan dua lagi kekasih mereka, keempatnya adalah perempuan, seperti aku ,
bedanya rambutku tidak pernah berwarna hijau, kuning dan merah. Aku
memang kampungan.
Entah apa kasus mereka. Tasya tidak bisa
memberikan keterangan lebih lanjut, hanya dugaan bahwa mereka dianggap
melakukan pornografi di tempat umum, seperti kasus yang pernah geger di
HK dulu, saat kamera MTR merekam pasangan BMI lesbian yang bercumbu di
dalam MTR, di antara ribuan penumpang yang memenuhi kereta bawah tanah
itu.
Memang tidak semua BMI berprestasi, termasuk aku yang hanya
mencoba mengisi kegiatan libur dengan hal tidak merugikan diri sendiri
dan orang lain, meski dengan beban kehidupan berat. Biar Tuhan saja yang
tahu, dan jadi penolongku.
Sayangnya, ibarat nila setitik, rusak
air sebelanga. Tak jarang karena kesalahan satu orang bisa merusak
citra semua BMI. Tapi dalam hati kecilku hanya bisa berdo’a semoga
mereka bisa berubah, kembali ke jalan yang baik.
Tasya mengubah
topik obrolan, bukan tentang Tom Yam Soup lagi, tapi kawannya satu PT,
bernama Herwati. Setelah dua tahun tak jumpa, dia sudah hampir tak
mengenali kawannya itu. Dulu, katanya mereka sering sholat tahajud
bareng saat masih di PT.
“Eh… kamu Herwati ‘kan?”
“Jangan
panggil Herwati toh, sekarang panggil Heru saja! Aku udah punya istri
sekarang…” ujar Tasya menirukan percakapan mereka padaku.
Kawannya itu berkisah, sangat kecewa dengan tunangannya yang telah
berkhianat. Tepatnya saat Heru pulang kampung. Dengan hati
tercabik-cabik, dia kembali merantau ke HK. Beserta keyakinan bawha,
semua lelaki itu penghianat. Akhirnya dia murtad, ingin mengubah
kodratnya sebagai perempuan.
Lebih lanjut, dia mengisahkan
tentang sifat kawannya itu sekarang “borju”, mungkin sudah lupa dengan
keluarganya. Hari-harinya kini sibuk untuk mempertahankan gelar “suami”
bagi pasangan lesbinya. Nau’uzubillah! Tragis, seperti cerita rekayasa?
Tidak, aku percaya yang Tasya kisahkan, alasannya dulu aku pernah
disukai anak lesbi.
Bus melaju cepat, tak terasa kini sudah masuk
terowongan ”Lion Rock Tunel”. Tasya sudah mulai terkantuk-kantuk.
Sementara aku senyum sendiri, ingat guyonanku dengan teman sesama
reporter relawan DDHK News, Mbak Lutfiana. Aku ledek fotonya waktu tanpa
jilbab, rambutnya pendek dan muka dia mirip orang Arab. ”Wah ganteng
Mbak..!” ujarku, bukan karena punya kelainan, tapi hanya bercanda
membunuh suntuk kerja saja.
Ada sebagian pendapat mengatakan
lesbi itu muncul karena tidak ada pasangan pria. Atau atas dasar
kesepian dan alasan lainnya, entah. Tapi menurutku, yang lebih mendasari
itu kerapuhan iman. Di Hong Kong yang hampir semua BMI perempuan, itu
bukan alasan harus lesbian. Betul kata Ustadzah Hj. Hani’ah Suwaji, saat
aku tanya tentang kiat menjaga iman, dia bilang harus jaga pergaulan
salah-satunya, pilih kawan yang bisa membawa atau mengajari ke arah yang
lebih baik.
“Ada kambing jantan tidak Mbak, saya jomblo nih”
ujarku, di status FB Mbak Ruli, dari tim Fat Chio DDHK yang tengah sibuk
dengan promosi cicilan kambing untuk kurban. Dia jawab, ”Hey… Nit, yang
ganteng masih banyak tuh” Lalu kami tertawa. Alhamdulillah, kawan baik
jadi ikut bercermin, setidaknya bisa memberi simfoni positif pada
diriku.
Lamunan membawaku pada saat awal pertama kerja di HK. Tai Po Centre 2007.
Musim dingin pertama, jemari tanganku kering dan berdarah. Mungkin
belum terbiasa dengan suhu sedingin itu. Tai Po, kadang mencapai 6
derajat saja. Kakiku terasa beku, kepala pusing, tulang linu, komplit.
Tapi harus tetap kerja, sebaik mungkin. Aku tidak punya kawan akrab,
karena liburku tidak pasti dan selalu hari biasa. Tapi aku tidak lupa
pesan ibu, agar menjaga pergaulan. Walau sebetulnya gaulku hanya dengan
perabot rumah, dapur dan mobil mewah si bos saja setiap hari.
Siapa bilang godaan hanya bagi orang yang salah arah? Buktinya aku yang
culun dan polos saja mengalami, walau juga tak habis pikir kenapa dia
bisa nekat menyukaiku.
Sebut saja namanya Imron, aslinya
Imronyani Sulistiowati. Hari itu aku dapat perintah mengambil majalah
dan buku dari toko si bos di pasar Tai Po. Biasanya dengan mini bus
berwarna hijau muda, aku pergi ke sana. Lengkap dengan troli segi empat,
aku laksanakan perintah si bos dan ternyata buku serta majalah itu amat
banyak, meskipun menggunakan troli tetap saja berat, terlebih saat aku
naik bus pulang. Sedikit pun tenagaku tidak bisa mengangkatnya. Dengan
muka kusut karena capek plus putus asa, si sopir juga tidak mau bantu.
Lalu aku mundur dari antrean penumpang, sambil berpikir cara untuk
membawa barang itu pulang.
Di tengah kegundahanku, datanglah
Imron yang belum aku kenal. Job kami hampir sama, bedanya dia kerja di
toko, meskipun itu ilegal, tapi katanya gaji dia dua kali lipat. Aku
kerja di rumah, cuma sering ke toko juga antar atau ambil barang.
Dia menanyakan apakah aku dari Indonesia, lalu tanpa segan membantu
mengangkat barangku ke bus. “Asyik nih, ada yang bantu” ujarku saat itu
sambil berterima kasih setulusnya. Di perjalanan, dia mulai mengajak
kenalan, tanya ini dan itu. Sebagai orang baru, aku senang jika ketemu
teman dari Indonesia tentunya, tanpa curiga akan maksudnya aku jawab apa
pun yang dia tanyakan. Termasuk curhat, majikanku galak dan kerja harus
tepat waktu. Dia baik, meski penampilannya seperti pria alias tomboy.
Tapi kebaikan itu ternyata ada maksud tertentu yang sangat mengganggu
ketenganku.
Ternyata tempat kerja kami pun tidak beda jauh, hanya
lain blok saja. Sejak pertemuan itu, dia selalu mengajakku
berkomunikasi. Meski sudah aku bilang bosku galak, dan aku tidak boleh
punya HP. Dia berikan aku HP juga pulsa, tiap waktu. Sejauh itu aku
masih merasa dia kawan yang baik, dan berterima kasih pada Tuhan atas
kehadirannya dalam situasi perjuanganku menjadi BMI.
Waktu
bergulir, Imron mulai cerita tentang suaminya yang sudah menikah lagi,
tentang kebenciannya pada setiap pria, tentang keinginannya untuk tetap
berada di HK. Aku tanggapi dengan harapanku juga, aku ingin bangun rumah
ibuku, ingin sekolah lagi, terus pulang nikah kalau sudah cukup rezeki.
Alih-alih merespon tanggapanku, Imron malah memintaku jadi kekasihnya.
Gubrak! Dari sinilah masalah mulai timbul, aku merasa berutang budi atas
kebaikannya selama ini. Tapi di sisi lain aku sadar, itu semua ia
lakukan sebagai taktik memperdayaiku agar mau “sejalan” dengan dia.
Aku berusaha untuk menjauhi Imron, tapi ternyata tidak semudah yang aku
bayangkan. Bahkan satpam rumah saja tahu, aku pernah marah padanya
karena selalu menungguku saat keluar rumah untuk ke pasar atau jemput
anak. Aksi kucing-kucingan mulai aku lakukan, tapi tidak banyak
membantu. Imron kadang sudah ada di sekolah, untuk sekadar bertemu
denganku. Hadeh! Kalau pria saja sudah suka banget aku dengan
perilakunya, tapi ini ‘kan tidak baik dan tidak boleh sesama jenis
membina hubungan. Dengan alasan apa pun!
Aku mulai kehabisan
akal, tapi berpikir panjang jika lapor polisi, aku takut majikan yang
galak mengira aku BMI bermasalah, malah kena terminit nantinya. Akhirnya
aku bicara baik-baik pada Imron, bahwa aku anggap dia kakak dan teman
baik selama ini. Aku kembalikan semua yang pernah dia berikan padaku
termasuk HP itu. Sukses? Tidak! Malah dia buka dompet, dan memberikan
kartu ATM serta uang ribuan dolar. Sambil berkata..
“Aku rela
semua gajiku buat kamu, nanti laptop juga aku belikan dek. Ini ATM,
gajiku 6000 kamu bisa ambil tiap bulan, kamu itu baik dan polos aku suka
kamu…” ujarnya sambil menatapku kosong.
Astaghfirullah, aku
nangis bukan terharu dengan kata-katanya, tapi justru sedih dengan semua
ini. Kenapa Imron bisa separah itu? Aku tahu alasannya, karena sudah
tidak ada orang yang bisa dia jadikan tambatan hati. Jiwanya sudah mati,
yang tersisa hanya raga penuh kerapuhan iman. Dia lupa bahwa Allah
selalu ada untuk hamba-Nya, selalu sayang walau lewat sebuah ujian. Itu
hanya bisa disadari oleh orang yang hatinya masih punya cahaya iman.
Karena takut berbuntut panjang, aku hanya minta maaf dan berkata bahwa
aku masih punya bapak yang sakit butuh kasih sayangku, aku masih punya
ibu yang ingin aku bahagiakan. Aku tidak ingin salah arah, kasihan
mereka yang sudah membesarkanku dengan keringat dan perjuangan, jika
setelah aku dewasa hanya jadi pendosa.
Lagi pula, ibuku pernah
berkata, tidak mau menerima uang haram, “kerjalah yang baik Nok, buat
bekal dunia dan akhirat” Aku akan ingat selalu.
Akhirnya, kisah
Imron yang aku tolak, menorehkan luka dalam di hatiku. Karena semakin
aku tahu bagaimana keseharian para lesbi itu. Sayangnya, hingga detik
ini masih banyak kawan yang demikian. Gaya hidup mereka yang pernah aku
cermati dari Imron, itu bisa menimbulkan masalah baru, misalnya utang
bank karena boros, jebol pulsa, berkelahi karena pasangan, obat
terlarang, seks bebas, bahkan sudah ada beberapa BMI yang terkena
penyakit HIV/AIDS.
Beruntung, dilema Imron itu bisa aku hindari
karena kontrak kerjaku hampir habis, dan aku bisa ganti tempat kerja.
“Hey mba.. Nit, saya turun duluan ya,” ujar Tasya membuyarkan lamunanku.
“Silakan Mbak, hati-hati…!” jawabku, singkat. Karena masih terbuai
lamunan hitam tentang “Imronisme”.
Kisah kaum Nabi Luth, bisa menjadi pelajaran bahwa menyukai sesama jenis itu dimurkai Allah Swt:
“Mereka para malaikat berkata, “Wahai Luth! Sesungguhnya kami adalah
para utusan Tuhanmu, mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu
pergilah bersama keluargamu pada akhir malam dan jangan ada seorang pun
di antara kamu yang menoleh ke belakang, kecuali istrimu. Sesungguhnya
dia(juga akan ditimpa (siksaan) yang menimpa mereka. Sesungguhnya saat
terjadinya siksaan bagi mereka itu pada waktu subuh. Bukankah subuh itu
sudah dekat? “ (QS. Hud:81).
Allah Swt Maha Pengampun, dosa
sebesar apa pun jika tobat dengan sebenar-benarnya pasti Tuhan ampuni,
kecuali jika nafas kita sudah ada di tenggorokan. Siapa yang tahu akan
kematian? Bagaimana jika itu sudah dekat? Tidak ada kata terlambat, dan
tidak ada alasan untuk menunda bertobat.
Sebagai perempuan, sudah
kodrat yang Tuhan anugrahkan pada kita. Mungkin ada sebagian dari kita
yang hanya ajang ikut-ikutan jadi tomboy. Coba menjadi perempuan yang
asli, lengkap dengan budi yang baik, pasti itu lebih cantik. Itu anugrah
yang patut disyukuri bukan?
“Di dalam surga itu ada
bidadari-bidadari yang baik-baik dan jelita. Maka nikmat Tuhanmu yang
manakah yang kamu dustakan ?” (QS. Ar-Rahman:70-71).
Semoga kita
bisa jadi bidadari tersebut, nah mulailah jadi perempuan cantik dari
sekarang. Jalan masih panjang, lupakan perih kawan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar