Minggu, 26 Juni 2016

         KISAH NYATA KTW HONGKONG

  karya : CAWORR97

EMAIL : caworr97@gmail.com

DULU sebelum jadi Buruh Migran Indonesia di Hong Kong (BMI HK), sedikit banyak aku sudah mendengar tentang kehidupan dunia lesbian. Saat masih di PT, banyak yang diterminit dari HK serta membawa wabah ini dan ditularkan pada kawan yang masih di PT.
Ada yang mengaku hanya ikut-ikutan. Ada juga yang mengaku sudah “cek genetik” dan memiliki kelainan, yaitu lesbian. Karena mayoritas waktuku di tempat PKL (baca di tulisanku, “Antara Pahlawan Devisa dan Pemerasan Senantiasa”), kabar itu hanya seperti air di daun alas dalam benakku. Lagi pula aku lebih konsen pada tujuanku meraih harta demi masa depan dan orang tua. Tidak peduli dengan masalah yang tidak berguna itu. Tapi kini, terasa sekali. Aku prihatin, karena mereka juga sama sepertiku, pastinya punya keluarga, punya cita-cita. Karena iman yang tidak kuat, justru menjadi salah arah.
Mentari sudah tak terik lagi, aku ayunkan kaki seiring sirine lampu penyeberangan jalan dekat Masjid TST Kowloon, sekadar “cuci mata” membunuh waktu. Hari ini tidak bisa ikut ngaji di lantai dua, aku sedang “berhalangan”. Sekitar jam empat sore, selesai liput pengajian di masjid, aku kelilingi toko baju sambil menunggu kawanku yang masih di tempat kursus.
Tausiyah dari Ustadz Natta hari itu sangat menarik, tentang penyakit iman, di antaranya syirik kepada Allah Swt dan ragu-ragu akan kuasa-Nya. Sebetulnya, ini dasar solusi terbaik, jika saja semua manusia dikehendaki-Nya untuk beriman. Setiap orang pasti mendapat ujian, yang membedakan hanya sikap orang itu saat mengatasinya. Bukan dengan nafsu yang akan mengantarkan kesesatan, tapi kesabaran yang pastinya pahit, namun itu yang akan membuat Tuhan tetap menjaga kita dalam iman. Jika iman sudah tidak menjadi landasan hidup, maka baik dan buruk sudah tidak penting lagi bagi orang tersebut. Mungkin itu syirik di zaman modern, bukan menyembah berhala seperti di zaman Nabi Ibrahim, tapi menduakan Allah dengan nafsu duniawi dan tidak percaya lagi dengan kuasa-Nya.
Sekian lama ku di rantau orang
Ingin ku cepat pulang
Ke kampung halaman
Tanam tebu ku tanam
Tanam di tanah Deli
Rinduku siang dan malam
Padamu kekasih
Sirih banyak daunnya
hidup numpang di batang
kekasihku yang tercinta
Kini milik orang
Lirik lagu dangdut itu pas dengan nasib yang pernah aku alami, dan juga BMI lainnya mungkin. Saat kita yakin dia yang baik itu jodoh kita, saat kita bekerja keras siang malam, menahan beban lahir batin demi suami atau anak, namun ketika pulang, mereka justru mengecewakan.
Sudah pasti ratusan puisi tidak akan bisa menggambarkan ilustrasi hancurnya hati, ribuan musim tidak mampu mengubur rasa benci. Bahkan, sempat terpikir untuk jadi relawan di Afganistan saja, ikut perang! Peduli apa dengan nasihat orang? Apa mereka tahu bagaimana sakitnya itu? Itulah dampak bila mencintai sesuatu melebihi Tuhan yang menciptakan kita.
Dulu, setiap hari aku terbebani rasa benci. Bahkan pada keluarga dia seluruhnya. Berat sekali benci itu aku bawa dalam keseharianku. Mungkin benar kata ustadz, kebencian ibarat tomat busuk, saat kita bawa ke mana-mana hanya akan membebani. Lebih baik dibuang saja! Pahit dan manis kehidupan hanya proses, menguji keimanan.
Orang yang punya iman, pasti menjadikan kuasa Tuhan sebagai bantuan. Do’a sebagai perantaranya. Jangan letih untuk meminta ampunan, karena bisa saja cobaan itu karena kita lalai pada-Nya. Orang yang tidak suka berdo’a itu akan memiliki sifat yang sombong. Kesombongan itu akan mengantarkan manusia pada kehancuran. Ingat kisah ustadz yang lumayan lucu tapi penuh renungan…
Alkisah, ada ustadz yang bangga dengan gelarnya sebagai ustadz. Setiap kali bertemu orang atau berkomunikasi, selalu angkat tangan dan bahu, sambil berkata ”siapa dulu… ustadz… !”. Ternyata kesombongannya bersikap itu menjadi malapetaka baginya.
Berjalanlah dia diteriknya matahari. Ustadz itu singgah di dekat pohon kelapa. Karena merasa sangat haus, dia memutuskan naik pohon dengan niat mengambil buah kelapa dan meminumnya. Ketika berada di ketinggian, ada seseorang yang lewat sambil menyapa, ”Kok..bisa naik pohon kelapa ustadz?” Dengan bangga ustadz itu menjawab lengkap dengan gaya khasnya, angkat tangan dan bahu tanpa sadar dia sedang memanjat pohon. Bisa ditebak apa yang terjadi? Ya, dia jatuh ke dalam tebing nan dalam. Orang tadi langsung meminta bantuan untuk menolong sang ustadz.
Mereka mengulurkan tali sebagai media, namun tangan dan kaki ustadz itu patah, hanya ada satu jalan yaitu dengan menggigit tali terebut. Usaha penarikan pun mulai dilakukan, saat sudah hampir sampai, mereka bertanya, ”Ustadz baik-baik saja?” Dengan sombongnya ustadz itu menjawab, ”Siapa dulu.. ustaaaaaaaaaaadz…..” Suaranya menjauh dan kemudian hening, tahu kenapa? Dia tidak sadar sedang menggigit tali saat menunjukan kehebatanya, nasib ustadz itu aku tidak bisa lanjutkan, silakan Anda pikir sendiri, hehehe…
Intinya, dalam bentuk apa pun, kesombongan itu akan merugikan , jangan letih untuk berdo’a, jangan ragu atas kekuasaan Tuhan dan tetap rendah hati, bukan rendah diri.
KAKIKU mulai merasa capek, tapi kawanku malah bilang masih harus menyelesaikan tugas hingga malam. Di satu toko, aku lihat rok warna biru muda, cantik sekali. Sayang, aku tidak bisa membelinya sehubung aku harus irit untuk pelunasan sawah yang aku beli untuk orangtuaku.
Ini negosiasiku dengan Tuhan. Setelah aku minta dimudahkan rezeki dan jodoh, lalu timbul pertanyaan di hatiku jika semua dikabulkan siapa yang akan membantu mereka, orang tuaku yang sudah semakin tua? Pasti aku punya tanggung jawab lebih berat bukan hanya sebagai anak, tapi istri juga ibu kelak.
Aku kembalikan kegundahan itu pada Tuhan, akhirnya jawaban itu datang di siang hari, ibuku mengatakan ada yang menjual sawah Rp50 juta, dan bisa dibayar uang mukanya saja, hingga aku pulang nanti baru pelunasan dan ganti nama. Karena aku yakin Tuhan mengabulkan do’aku untuk tetap bisa membatu orangtua meskipun sudah menikah, ini pasti jalannya, aku setuju.
Urusan lunas, itu pasti Tuhan ikut memudahkan. Jika niat kita baik, sama seperti waktu ibu berangkat ke tanah suci dulu. Aneh dan ajaib, kata orang. Tapi apa sih yang tidak mungkin bagi Tuhan? Ya, aku sombongkan Tuhanku yang segala Maha dalam menghadapi masalah hidupku. InsyaAllah.
Senja turun merubah biru langit menjadi kuning kemerahan, ” saatnya pulang” aku berujar, sambil menuju bus stop 87D tujuan Ma On Shan-Sha Tin. Bus double deck itu belum penuh, aku memilih duduk di bawah saja, sebelah kiri jendela. Hingga bisa jelas menatap sisi Masjid TST yang masih penuh oleh jamaah BMI yang akan menunaikan ibadah sholat maghrib.
Bus berjalan lambat, kemudian cepat lurus, seperti harapan yang aku inginkan.
“Mbak dari mana? Boleh duduk bareng ?” ujar kawan BMI yang mengaku bernama Tasya, asal Yogyakarta.
“Oh saya dari pengajian tadi, sok atuh duduk aja” jawabku dengan muka “super ramah”. Mungkin akibat perasaan senang karena bisa beli sawah, meskipun belum lunas, hehehe…
Kami ngobrol soal cara membuat Tom Yam, sup ciri khas Thailand. Aku menyimak serius , Tasya rupanya hobi masak hingga semua bumbu bisa dia hafal di luar kepala. Telingaku tetap menyimak, wajahku manggut-manggut, tapi mataku tercuri oleh kumpulan polisi di depan Kowloon Police Station, yang letaknya tidak jauh dari masjid. Aneh, ada apa?
“Tadi itu Mba Nit, ada empat anak Indo ditangkap polisi” ujar Tasya, menanggapi keherananku.
Karena seharian aku hanya di masjid, tidak tahu jika ada kejadian itu. Justru kebalikan dari tausiyah yang tadi aku dengarkan. Ya, inilah hidup, selalu ada hitam dan putih. Tasya menceritakan, BMI yang ditangkap itu pasangan lesbi. Dua tomboy dengan tusukan anting besar berwarna putih, hitam, dan perak memenuhi telinga, alis dan lidahnya. Dan dua lagi kekasih mereka, keempatnya adalah perempuan, seperti aku , bedanya rambutku tidak pernah berwarna hijau, kuning dan merah. Aku memang kampungan.
Entah apa kasus mereka. Tasya tidak bisa memberikan keterangan lebih lanjut, hanya dugaan bahwa mereka dianggap melakukan pornografi di tempat umum, seperti kasus yang pernah geger di HK dulu, saat kamera MTR merekam pasangan BMI lesbian yang bercumbu di dalam MTR, di antara ribuan penumpang yang memenuhi kereta bawah tanah itu.
Memang tidak semua BMI berprestasi, termasuk aku yang hanya mencoba mengisi kegiatan libur dengan hal tidak merugikan diri sendiri dan orang lain, meski dengan beban kehidupan berat. Biar Tuhan saja yang tahu, dan jadi penolongku.
Sayangnya, ibarat nila setitik, rusak air sebelanga. Tak jarang karena kesalahan satu orang bisa merusak citra semua BMI. Tapi dalam hati kecilku hanya bisa berdo’a semoga mereka bisa berubah, kembali ke jalan yang baik.
Tasya mengubah topik obrolan, bukan tentang Tom Yam Soup lagi, tapi kawannya satu PT, bernama Herwati. Setelah dua tahun tak jumpa, dia sudah hampir tak mengenali kawannya itu. Dulu, katanya mereka sering sholat tahajud bareng saat masih di PT.
“Eh… kamu Herwati ‘kan?”
“Jangan panggil Herwati toh, sekarang panggil Heru saja! Aku udah punya istri sekarang…” ujar Tasya menirukan percakapan mereka padaku.
Kawannya itu berkisah, sangat kecewa dengan tunangannya yang telah berkhianat. Tepatnya saat Heru pulang kampung. Dengan hati tercabik-cabik, dia kembali merantau ke HK. Beserta keyakinan bawha, semua lelaki itu penghianat. Akhirnya dia murtad, ingin mengubah kodratnya sebagai perempuan.
Lebih lanjut, dia mengisahkan tentang sifat kawannya itu sekarang “borju”, mungkin sudah lupa dengan keluarganya. Hari-harinya kini sibuk untuk mempertahankan gelar “suami” bagi pasangan lesbinya. Nau’uzubillah! Tragis, seperti cerita rekayasa? Tidak, aku percaya yang Tasya kisahkan, alasannya dulu aku pernah disukai anak lesbi.
Bus melaju cepat, tak terasa kini sudah masuk terowongan ”Lion Rock Tunel”. Tasya sudah mulai terkantuk-kantuk. Sementara aku senyum sendiri, ingat guyonanku dengan teman sesama reporter relawan DDHK News, Mbak Lutfiana. Aku ledek fotonya waktu tanpa jilbab, rambutnya pendek dan muka dia mirip orang Arab. ”Wah ganteng Mbak..!” ujarku, bukan karena punya kelainan, tapi hanya bercanda membunuh suntuk kerja saja.
Ada sebagian pendapat mengatakan lesbi itu muncul karena tidak ada pasangan pria. Atau atas dasar kesepian dan alasan lainnya, entah. Tapi menurutku, yang lebih mendasari itu kerapuhan iman. Di Hong Kong yang hampir semua BMI perempuan, itu bukan alasan harus lesbian. Betul kata Ustadzah Hj. Hani’ah Suwaji, saat aku tanya tentang kiat menjaga iman, dia bilang harus jaga pergaulan salah-satunya, pilih kawan yang bisa membawa atau mengajari ke arah yang lebih baik.
“Ada kambing jantan tidak Mbak, saya jomblo nih” ujarku, di status FB Mbak Ruli, dari tim Fat Chio DDHK yang tengah sibuk dengan promosi cicilan kambing untuk kurban. Dia jawab, ”Hey… Nit, yang ganteng masih banyak tuh” Lalu kami tertawa. Alhamdulillah, kawan baik jadi ikut bercermin, setidaknya bisa memberi simfoni positif pada diriku.
Lamunan membawaku pada saat awal pertama kerja di HK. Tai Po Centre 2007.
Musim dingin pertama, jemari tanganku kering dan berdarah. Mungkin belum terbiasa dengan suhu sedingin itu. Tai Po, kadang mencapai 6 derajat saja. Kakiku terasa beku, kepala pusing, tulang linu, komplit. Tapi harus tetap kerja, sebaik mungkin. Aku tidak punya kawan akrab, karena liburku tidak pasti dan selalu hari biasa. Tapi aku tidak lupa pesan ibu, agar menjaga pergaulan. Walau sebetulnya gaulku hanya dengan perabot rumah, dapur dan mobil mewah si bos saja setiap hari.
Siapa bilang godaan hanya bagi orang yang salah arah? Buktinya aku yang culun dan polos saja mengalami, walau juga tak habis pikir kenapa dia bisa nekat menyukaiku.
Sebut saja namanya Imron, aslinya Imronyani Sulistiowati. Hari itu aku dapat perintah mengambil majalah dan buku dari toko si bos di pasar Tai Po. Biasanya dengan mini bus berwarna hijau muda, aku pergi ke sana. Lengkap dengan troli segi empat, aku laksanakan perintah si bos dan ternyata buku serta majalah itu amat banyak, meskipun menggunakan troli tetap saja berat, terlebih saat aku naik bus pulang. Sedikit pun tenagaku tidak bisa mengangkatnya. Dengan muka kusut karena capek plus putus asa, si sopir juga tidak mau bantu. Lalu aku mundur dari antrean penumpang, sambil berpikir cara untuk membawa barang itu pulang.
Di tengah kegundahanku, datanglah Imron yang belum aku kenal. Job kami hampir sama, bedanya dia kerja di toko, meskipun itu ilegal, tapi katanya gaji dia dua kali lipat. Aku kerja di rumah, cuma sering ke toko juga antar atau ambil barang.
Dia menanyakan apakah aku dari Indonesia, lalu tanpa segan membantu mengangkat barangku ke bus. “Asyik nih, ada yang bantu” ujarku saat itu sambil berterima kasih setulusnya. Di perjalanan, dia mulai mengajak kenalan, tanya ini dan itu. Sebagai orang baru, aku senang jika ketemu teman dari Indonesia tentunya, tanpa curiga akan maksudnya aku jawab apa pun yang dia tanyakan. Termasuk curhat, majikanku galak dan kerja harus tepat waktu. Dia baik, meski penampilannya seperti pria alias tomboy. Tapi kebaikan itu ternyata ada maksud tertentu yang sangat mengganggu ketenganku.
Ternyata tempat kerja kami pun tidak beda jauh, hanya lain blok saja. Sejak pertemuan itu, dia selalu mengajakku berkomunikasi. Meski sudah aku bilang bosku galak, dan aku tidak boleh punya HP. Dia berikan aku HP juga pulsa, tiap waktu. Sejauh itu aku masih merasa dia kawan yang baik, dan berterima kasih pada Tuhan atas kehadirannya dalam situasi perjuanganku menjadi BMI.
Waktu bergulir, Imron mulai cerita tentang suaminya yang sudah menikah lagi, tentang kebenciannya pada setiap pria, tentang keinginannya untuk tetap berada di HK. Aku tanggapi dengan harapanku juga, aku ingin bangun rumah ibuku, ingin sekolah lagi, terus pulang nikah kalau sudah cukup rezeki. Alih-alih merespon tanggapanku, Imron malah memintaku jadi kekasihnya. Gubrak! Dari sinilah masalah mulai timbul, aku merasa berutang budi atas kebaikannya selama ini. Tapi di sisi lain aku sadar, itu semua ia lakukan sebagai taktik memperdayaiku agar mau “sejalan” dengan dia.
Aku berusaha untuk menjauhi Imron, tapi ternyata tidak semudah yang aku bayangkan. Bahkan satpam rumah saja tahu, aku pernah marah padanya karena selalu menungguku saat keluar rumah untuk ke pasar atau jemput anak. Aksi kucing-kucingan mulai aku lakukan, tapi tidak banyak membantu. Imron kadang sudah ada di sekolah, untuk sekadar bertemu denganku. Hadeh! Kalau pria saja sudah suka banget aku dengan perilakunya, tapi ini ‘kan tidak baik dan tidak boleh sesama jenis membina hubungan. Dengan alasan apa pun!
Aku mulai kehabisan akal, tapi berpikir panjang jika lapor polisi, aku takut majikan yang galak mengira aku BMI bermasalah, malah kena terminit nantinya. Akhirnya aku bicara baik-baik pada Imron, bahwa aku anggap dia kakak dan teman baik selama ini. Aku kembalikan semua yang pernah dia berikan padaku termasuk HP itu. Sukses? Tidak! Malah dia buka dompet, dan memberikan kartu ATM serta uang ribuan dolar. Sambil berkata..
“Aku rela semua gajiku buat kamu, nanti laptop juga aku belikan dek. Ini ATM, gajiku 6000 kamu bisa ambil tiap bulan, kamu itu baik dan polos aku suka kamu…” ujarnya sambil menatapku kosong.
Astaghfirullah, aku nangis bukan terharu dengan kata-katanya, tapi justru sedih dengan semua ini. Kenapa Imron bisa separah itu? Aku tahu alasannya, karena sudah tidak ada orang yang bisa dia jadikan tambatan hati. Jiwanya sudah mati, yang tersisa hanya raga penuh kerapuhan iman. Dia lupa bahwa Allah selalu ada untuk hamba-Nya, selalu sayang walau lewat sebuah ujian. Itu hanya bisa disadari oleh orang yang hatinya masih punya cahaya iman.
Karena takut berbuntut panjang, aku hanya minta maaf dan berkata bahwa aku masih punya bapak yang sakit butuh kasih sayangku, aku masih punya ibu yang ingin aku bahagiakan. Aku tidak ingin salah arah, kasihan mereka yang sudah membesarkanku dengan keringat dan perjuangan, jika setelah aku dewasa hanya jadi pendosa.
Lagi pula, ibuku pernah berkata, tidak mau menerima uang haram, “kerjalah yang baik Nok, buat bekal dunia dan akhirat” Aku akan ingat selalu.
Akhirnya, kisah Imron yang aku tolak, menorehkan luka dalam di hatiku. Karena semakin aku tahu bagaimana keseharian para lesbi itu. Sayangnya, hingga detik ini masih banyak kawan yang demikian. Gaya hidup mereka yang pernah aku cermati dari Imron, itu bisa menimbulkan masalah baru, misalnya utang bank karena boros, jebol pulsa, berkelahi karena pasangan, obat terlarang, seks bebas, bahkan sudah ada beberapa BMI yang terkena penyakit HIV/AIDS.
Beruntung, dilema Imron itu bisa aku hindari karena kontrak kerjaku hampir habis, dan aku bisa ganti tempat kerja. “Hey mba.. Nit, saya turun duluan ya,” ujar Tasya membuyarkan lamunanku. “Silakan Mbak, hati-hati…!” jawabku, singkat. Karena masih terbuai lamunan hitam tentang “Imronisme”.
Kisah kaum Nabi Luth, bisa menjadi pelajaran bahwa menyukai sesama jenis itu dimurkai Allah Swt:
“Mereka para malaikat berkata, “Wahai Luth! Sesungguhnya kami adalah para utusan Tuhanmu, mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah bersama keluargamu pada akhir malam dan jangan ada seorang pun di antara kamu yang menoleh ke belakang, kecuali istrimu. Sesungguhnya dia(juga akan ditimpa (siksaan) yang menimpa mereka. Sesungguhnya saat terjadinya siksaan bagi mereka itu pada waktu subuh. Bukankah subuh itu sudah dekat? “ (QS. Hud:81).
Allah Swt Maha Pengampun, dosa sebesar apa pun jika tobat dengan sebenar-benarnya pasti Tuhan ampuni, kecuali jika nafas kita sudah ada di tenggorokan. Siapa yang tahu akan kematian? Bagaimana jika itu sudah dekat? Tidak ada kata terlambat, dan tidak ada alasan untuk menunda bertobat.
Sebagai perempuan, sudah kodrat yang Tuhan anugrahkan pada kita. Mungkin ada sebagian dari kita yang hanya ajang ikut-ikutan jadi tomboy. Coba menjadi perempuan yang asli, lengkap dengan budi yang baik, pasti itu lebih cantik. Itu anugrah yang patut disyukuri bukan?
“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik dan jelita. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan ?” (QS. Ar-Rahman:70-71).
Semoga kita bisa jadi bidadari tersebut, nah mulailah jadi perempuan cantik dari sekarang. Jalan masih panjang, lupakan perih kawan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar